-->
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi
menuntut ilmu. Ditengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang
airnya jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama
kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun
mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia
segera berkata "Astagfirullah"
Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta
izin terlebih dahulu. "Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku
sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini".
Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik
apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak
lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel
yang apelnya tumbuh dengan lebat.
"Assalamualaikum...."
"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam
rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala
sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang
memakan apel yang terbawa arus sungai.
"Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak
tua". tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu menjawab. "Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus
bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan
bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi
hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha
apelnya ia makan."Baiklah pak, saya mau."
Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari
berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun
dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik
kebun.
"Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah
sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?"
Pak tua itu diam sejenak. "Belum."
Pemuda itu terhenyak. "Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama
tiga tahun di kebunmu."
"Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku
lagi."
"Apa itu pak tua?"
"Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?"
"Ya, aku mau." jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan
lumpuh, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak, dia akan menikahi gadis yang tidak
pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana
dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel
yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik
kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
"Baiklah pak, aku mau."
Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk
kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia
mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari
mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.
"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku
tidak menemukan istriku?"
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di
dalam sana adalah istimu."
Pemuda itu tampak bingung. "Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli
tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?"
Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta
dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak
pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang
sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan
ke tempat-tempat yang maksiat."
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: "Subhanallah....."
Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.