”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’raf
:199)
Umar bin Abdul Aziz mendapati salah seorang
puteranya berlumuran darah, dilukai seorang anak nakal. Orang tua si anak nakal
itu segera menghadap Umar untuk meminta maaf. Umar memaafkannya dan memberikan
uang begitu mengetahui bahwa anak nakal tersebut yatim. Melihat tindakan Umar,
isterinya keheranan seeraya berkata “Wahai suamiku, anak itu telah melukai anak
kita. Mengapa engkau malah memberinya uang?”
Sambil menenangkan isterinya, Umar bin Abdul
Aziz menjawab, “Anak itu memang nakal,. Namun, ia adalah anak yatim yang harus
kita bantu,” Isteri Umar bin Abdul Aziz pun mengerti apa yang dilakukan
suaminya.
Menyimpan rasa benci dan dendam merupakan beban di manapun kita berada? Rasa benci itu juga bagaikan luka. Bila kebencian sudah berubah menjadi dendam yang menuntut balas, luka itu semakin perih sebelum dendam itu terlaksana. Namun, ketika dendam terlaksana, benarkah luka dan beban berat yang dipikul ke mana-mana tadi akan hilang? Pengalaman seharihari akan mengatakan, “Tidak,” dan permusuhan akan meningkat, yang berarti semakin dalam kita menyayat kulit hati yang telah terluka dan perih tadi.
Sesungguhnya memaafkan itu suatu terapi jitu untuk kesehatan kita sendiri? Begitu kita memaafkan seseorang, beban berkurang, luka membaik. Bila benci serta dendam telah hilang sama sekali dari hati kita, kehidupan menjadi sehat dan ringan kita jalani. Orang yang memelihara kebencian dalam dirinya seperti orang yang memelihara penyakit.Itu sungguh suatu tindakan yang bodoh dan konyol. Kalau ingin sehat, jadilah pribadi pemaaf,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar